Tuesday, May 14, 2013

Jepang [Part 2]: Kyoto University "Meiji Restoration University"

Catatan Perjalanan di Kyoto, Japan dalam rangka konferensi Internasional November 2012

“History is the witness that testifies to the passing of time, it illumines reality, vitalizes memory, provides guidance in daily life and bring us tidings of antiquaty” 
– Cicero (106 BC – 43 BC) -
Pada ulasan kali ini saya akan sedikit membahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah kampus dimana konferensi Internasional pertama di Jepang yang saya hadiri dengan beberapa delegasi lain dari UGM. Tanpa bermaksud untuk membanggakan kampus Kyoto University karena ini hanya impian saya pada suatu hari saya akan belajar di sana mengingat status saya sekarang adalah mahasisiwa semester akhir di kampus terbaik di Indonesia tahun 2013 versi Webometrik, Universitas Gadjah Mada. Saya bangga menjadi salah satu mahasiswa di kampus terbaik di Indonesia yang telah membawa banyak prestasi baik akademik maupun akademik yang pada saat SMA tidak saya dapatkan. Dan terlebih UGM telah membuka kesempatan saya untuk berkunjung ke beberapa kota di Indonesia maupun di Luar Negeri seperti di Singapura, Malaysia dan baru – baru kemarin di Jepang. Alhamdulillah ini semua adalah karunia Allah SWT yang harus terus untuk disyukuri.

Oke kembali ke topik terkait dengan keinginan saya untuk menceritakan kembali apa yang saya dapatkan ketika saya mengunjungi pameran sejarah Kyoto University dan mengingatkan saya pula kepada sejarah UGM berdiri. Ketika pameran tersebut saya banyak meminta informasi dan buku – buku tentang Kyodai (Kyoto Daigaku) bahkan sering saya tanya petugas jaga di sana untuk mengetahui lebih detai tentang kampus yang menjadi kebanggaan pemuda pemudi Japang tersebut, mumpung saya masih disana. Hehe...


SEJARAH SINGKAT



Kyoto University didirikan pada tahun 1897 (30 Meiji) sebagai kampus kedua di Jepang. Restorasi Meiji yang mengadopsi variasi sistem barat dalam rangka untuk mendirikan pemerintahan yang modern, maka pendidikan juga tidak terlepas dari perubahan tersebut. Pada saat berdirinya Kyodai (sebutan populer Kyoto University), mahasiswa harus menyelesaikan 4 tahun wajib sekolah dasar, 2 tahun lanjutan sekolah dasar, 5 tahun sekolah menengah dan 3 tahun sekolah atas. Sementara di pusat pemerintahan yaitu di Tokyo telah berdiri universitas pertama di Jepang yaitu Tokyo University pada tahun 1877 atau 20 tahun sebelum Kyodai didirikan dalam rangka menyiapkan pemerintahan yang baru.

Peningkatan jumlah kebutuhan mahasiswa untuk mengembangkan universitas negeri dan kebutuhan akan individu yang berbakat guna ekspansi industri semenjak perang Jepang – Sino adalah latar belakang dibalik berdirinya Kyto University. Hal ini terbukti dengan adanya Fakultas Teknik dan Sains yang pertama kali dibuat untuk merefleksikan kondisi saat itu. Selanjutnya Fakultas Hukum dan Kedokteran didirikan pada tahun 1899, dan Jurusan Sastra didirikan pada tahun 1906.

Sejak berdirinya Kyodai telah membuat praktek dan sistem pendidikan yang menyebabkan stress pada kemandirian mahasiswa dan kebebasan akademik menciptakan atmosfir akademik yang unik. Pada tahun 1913 (2 Taisho), seluruh staff pendidik berkumpul taman bunga Kampus Hukum guna memprotes pemberhentian tujuh profesor oleh pemimpin universitas, Sawayanagi Masato yang tidak menkonsultasikan keputusan tersebut dengan dewan fakultas. Akhirnya berdasarkan keputusan Kementrian Pendidikan Jepang bahwa dibutuhkan persetujuan dewan fakultas untuk menerima maupun memberhentikan seorang profesor. Dampaknya pada tahun 1919 untuk pertama kalinya Kyodai mengadopsi sistem pemilihan rektor universitas secara terbuka di Jepang.

Sistem pendidikan tinggi Jepang berkembang pesat pada tahun – tahun saat Perang Dunia I berlangsung. Peningkatan jumlah lulusan institusi pendidikan dan dampak dari ekspansi produksi industri menciptakan kebutuhan untuk perluasan institusi pendidikan tinggi. Pada tahun 1918 sesuai dengan hukum telah disahkan untuk pembuatan universitas publik dan swasta yang menyebabkan banyaknya universitas sesuai dengan kebijakan tersebut. Jumlah universitas yang semula hanya 5 pada tahun 1918 berkembang menjadi 50 pada tahun 1928 (3 Showa) sebagai status sekolah vokasi yang dinaikkan menjadi universitas. Terlebih lagi, angka sekolah tinggi kedua yang didesain untuk mempersiapkan akademik siswa sebelum masuk universitas juga naik secara drastis pada perisode ini dengan angka peningkatan dari 8 pada tahun 1918 menjadi 31 pada tahun 1928.

Ditengah perubahan tersebut, organisasi Kyodai juga telah berkembang. Pada tahun 1919, Fakultas Ekonomi dibuat terpisah dengan Fakultas Hukum dan Fakultas Pertanian dibuat sebagai fakultas baru. Lalu pada tahun 1926, Institut Penelitian Kimia (Institute for Chemical Research) didirikan sebagai institusi penelitian pertama. Sebagai adanya bertambahnya jumlah fakultas yang ada, angka mahasiswa menjamur hingga 250% dalam satu dekade antara tahun 1918 sampai tahun 1928 dari 1.717 menjadi 4.369. Selama periode ini, Kyodai dikenal luas sebagai salah satu kampus yang aktif dalam penelitian dan memberikan banyak beasiswa yang disebut Scholars of Oriental Studies. Beasiswa ini diberikan untuk mengenang seorang Filosofis Nishida Kitaro yang telah membuat konsep dan teori yang orisinil hingga termasyhur. Ada pula The Marxist Scholar Kawakami Hajime yang diperuntukkan untuk membantu mahasiswa yang belajar di Fakultas Ekonomi.

Pada tahun 1920-an adanya kampanye menekan faham Marxism yang telah menyebar ke seluruh mahasiswa dan intelektual berkembang secara intens dan tentu saja penyebarannya tidak terlepas ke universitas. Pada pertengahan dekade tersebut tidak hanya para mahasiswa termasuk mahasiswa Kyodai yang dipenjara, namun juga Kawakami Hajime ditekan habis untuk mengundurkan diri oleh Menteri Pendidikan dan Dewan Fakultas Ekonomi akibat pergerakan massa ini.

Pada tahun 1933, akibat teori dan komentar Prof. Takikawa Yukitoki dari Fakultas Hukum berada dalam penyelidikan Menteri Pendidikan yang diminta keluar oleh rektor universitas. Dia telah memberikan kebenaran misi universitas sehingga para staff pendidik di Fakultas Hukum melihat bahwa pengeluaran profesor tanpa persetujuan dewan fakultas adalah sebuah kesalahan dan secara tidak langsung telah berlawanan dengan kesepakatan dg Kementerian Pendidikan. Tidak hanya staff pendidik saja, namun mahasiswa pun ikut mendudkung keputusan prof. Takikawa untuk tetap mengajar dikampus, namun pada akhirnya Takikawa tetap dipecat sehingga membuat protes staff pengajar dengan cara pengunduran diri secara bersama – sama. Insiden Takikawa (nama peristiwa tersebut) merupakan aksi demonstrasi pertama yang menekankan dan menargetkan tidak hanya pemikiran Marxism tetapi juga termasuk paham Liberal yang menyebabkan Jepang berada pada titik balik pada saat pendudukan masa perang.

Pada tahun 1937, Jepang berperang secara penuh dengan China. Pada Desember 1941 mendeklarasikan berperang dengan Amerika dan Inggris di sekitar Asia Tenggara dan Asia Pasific. Pada periode ini, situasi domestik secara tiba – tiba berada pada peningkatan atmosfir perang dan universitas diorganisir sesuai dengan kebijakan negara. Di Kyodai, Fakultas Teknik diperluas dan jumlah institusi yang berkaitan didirikan. Lebih jauh lagi dalam hal penelitian, tidak hanya pertemuan yang membahas tentang China dan Asia Tenggara, namun juga masih sedikitnya para peneliti yang fokus ke militer. Sebagai akibat perang, para mahasiswa dimobilisasi untuk bekerja sebagai pekerja di pabrik dan perkebunan. Sebagian lainnya yang berasal dari Liberal Arts Student masuk dalam rangking militer. Sehingga bisa dikatakan pada masa perang ini tidak mungkin diadakan proses belajar mengajar di universitas.

Pada Agustus 1945, Deklarasi Postdam diterima dan Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang. Setelah itu, bermacam – macam kebijakan diiplementasikan dalam perpolitikan Jepang dan sistem sosial sesuai dengan arahan GHQ dari SCAP. Pada tahun 1946, universitas menjadi co-educational. Sebelumnya, perempuan hanya diizinkan ke universitas pada saat situasi khusus saja dan belum ada satu mahasiswa perempuan pun yang menjadi mahasiswa reguler pada saat itu. Namun semenjak 1946 ini lah terdaftar 17 mahasiswi dan merupakan mahasiswa pertama sepanjang sejarah Kyodai. Pada tahun 1947, Kyodai yang awalnya bernama Kyoto Imperial University berganti nama menjadi Kyoto University, begitu pula dengan Tokyo University yang awalnya Tokyo Imperial University.

Di bawah sistem pendidikan yang baru, universitas adalah institusi yang berada paling atas dalam piramida pendidikan, dimulai dari paling bawah adalah 6 tahun sekolah dasar, diikuti diatasnya oleh 3 tahun sekolah menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah atas. Antara tahun 1948 hingga 1949, jumlah universitas bertambah secara pesat dan 169 model baru universitas diinisiasi. Sehingga apada tahun 1949 itu pula Collage of Liberal Arts and Science didirikan bersamaan dengan didirikannya Fakultas Pendidikan. Sedangkan berdirinya Sekolah Pascasarjana (Graduate School) didirikan mulai tahun 1953 dan sistem pendidikan baru telah sepenuhnya diimplementasikan.

Pada masa Jepang memasuki periode percepatan ekonomi pada pertengahan tahun 1950-an, kebutuhan untuk memperluas pelatihan peneliti dan teknisi datang baik dari industri maupun pemerintah. Kementrian Pendidikan membuat rencana skala besar guna meningkatkan jumlah angka mahasiswa pada sains dan teknik di universitas. Merespon hal ini, Kyodai membuat departemen baru di Fakultas Sains dan Teknik. Fakultas Teknik membuka 12 departemen pada tahun 1957 dengan jumalh mahasiswa mencapai 1.653 dan pada tahun 1966 terdapat 22 departemen dengan mahasiswa sebanyak 3.632. Lebih lanjut, pada tahun 1960 Fakultas Farmasi didirikan untuk memperkuat dibidang sains Jepang.

Pada masa tersebut muncul Profesor Yukawa Hideki dari Fakultas Sains yang telah mendapatkan Nobel dibidang Fisika sebab membuat Teori Meson (Theory of The Meson). Pada tahun 1965, Tomonaga Sin’itiro yang merupakan lulusan Physics Department Faculty of Science (sama dengan Profesor Yukawa) juga memenangkan Nobel Prize dibidang fisika. Kyodai juga terkenal dalam fieldwork di Asia Tengah, Asia Barat, dan Afrika oleh para peneliti dari Fakultas Pertanian, The Institute for Research in Humanities dan Fakultas sains. Pada tahun 1981 Profesor Fukui Kenechi dari Fakultas Teknik mendapatkan Nobel Prize dibidang kimia. Pada tahun 1987 Tonegawa Susumu dari Departemen Kimia Fakultas Sains mendapatkan Nobel Prize dibidang kedokteran dan biologi. Pada tahun 2001, Noyori Ryoji dari Departemen Industri Kimia Fakultas Teknik mendapatkan Nobel Prize dibidang kimia dan pada tahun 2008 Profesor Emeritus Masukawa Toshihide mendapatkan Nobel Prize dibidang fisika.

PENDIRI KYOTO UNIVERSITY


Kyoto Imperial University yang lebih dikenal dengan Kyodai berdiri pada bulan Juni 1897 (30 Meiji) sebagai universitas kedua di Jepang setelah Tokyo Imperial University. Rektor pertama Kyodai adalah Kinoshita Hiroji yang lahir di Kumamoto.  Kinoshito Hiroji yang mendeklarasikan kepada mahasiswa pada saat upacara penerimaan mahasiswa baru yakni “this university is neither a branch nor small-scale model of Tokyo Imperial University and emphasized that it was necessary for Kyoto University to have a unique character”. Pada awal pidato pembukaan upacara, Kinoshita sepenuhnya yakin bahwa “this university treats its students as gentlement and scholars and not as children”. Salah satu mahasiswa Fakultas Hukum, Sasaki Soichi (setelah itu menjadi profesor) mengatakan bahwa “Kinoshita’s idea was to create a free and lively academic environment and that essentially having the right to choose your electives required having confidence in those choices and at the same time taking personal responsibility for them”. 

KONTRUKSI THE CLOCK TOWER


Salah satu simbol dari Kyodai yang sampai sekarang bisa dilihat adalah kontruksi The Clock Tower dan tentunya menjadi tempat yang paling mudah untuk dijadikan tempat pertemuan ketika kita belum begitu mengenal Kyodai. Clock Tower yang merupakan simbol dari Kyoto University dibuat pada tahun 1925. Kelas terluas di universitas, Classroom No.1 adalah Fakultas Hukum dan Ekonomi yang berada di lantai 1 dan Lantai 2 adalah Hall yang dipergunakan untuk bermacam – macam kegiatan upacara, kantor rektor dan ruangan untuk tamu kehormatan. Pada tahun 2003 Clock Tower diperbaiki dan kantor administrasi akhirnya dipindahkan disini dan disebut The Clock Tower Centennial Hall. 

PERANG DUNIA DAN KYOTO UNIVERSITY




Pada Oktober 1943 (18 Showa) yang dikeberlakukan penundaan mahasiswa (student deferments) dari daftar militer yang pada prinsipnya adalah mahasiswa yang berasal dari Liberal Art yang sudah berada di atas 20 tahun akan di data untuk dipaksa menjadi tentara dan ikut perang. Istilah ini dikenal dengan gakuto shutsujin “student mobilization into the military”. Sistem akademik dipersingkat dan mulai tahun 1941, mahasiswa yang lulus kuliah akan dipanggil untuk masuk menjadi militer, namun karena kondisi perang yang mendesak, akhirnya mahasiswa aktif pun diminta untuk membantu perang. Lebih dari 2000 mahasiswa yang terdiri dari Fakultas Hukum, Sastra, Ekonomi maupun Pertanian didaftarkan ke militer dan lebih dari 4500 mahasiswa aktif yang masuk ke militer pada saat yang sama.

Kebanyakan mahasiswa yang lahir sekitar tahun 1920 dan tumbuh pada masa perang ditangkap untuk menjadi tentara meskipun diluar kontraol meraka karena pemerintah membutuhkan tenaga mereka. Salah satu mahasiswa yang ikut berperang, Hayashi Tadao pernah menulis dalam artikel berjudul Waga Inochi Getsumei ni Moyu (My Life Burning in Moonlight) yakni “my feeling was to fight for the family I loved, with whom I share ties of blood, and for beautiful Kyoto”.

BENDERA DAN LAGU UNIVERSITAS


Bendera dan lagu kebanggan universitas diciptakan pada 11 Februari 1940. Nama lagu mereka adalah “Imperial Rescript Bestowed on Youth and Students”. Desain dari bendera dan lirik lagu universitas diselesksi dari masyarakat luas yang mensubmit idenya.

PROBLEM ASRAMA PUTRI

Pada tahun 1946 setelah Perang Dunia II, Kyoto University menerima 17 mahasiswi dan merupakan mahasiswi pertama yang tercatat secara resmi yang terdiri dari 12 mahasiswi sastra, 2 mahasiswi sains dan masing – masing 1 mahasiswi di hukum, ekonomi dan pertanian. Di bawah sistem universitas yang baru, angka mahasiswi baru naik secara bervariasi mulai dari 10 hingga 20 mahasiswi tiap tahun hingga tahun 1960. Pada waktu awal, angka asrama (boarding houses) untuk mahasiswi hanya berada di Collage town of Kyoto tidak cukup menampung jumlah semua mahasiswi dan semakin tahun dengan bertambahnya jumlah mahasiswi membuat masalah tempat tinggal untuk perempuan semakin parah. Hingga akhirnya mahasisiwi bernegosiasi dengan dekan kemahasiswaan dan presiden universitas untuk menggunakan rumah di Yoshidayama (Bukit di belakang kampus), sebagian di Seifusou, asrama di Hyakumamben yang diperuntukkan bagi mahasiswa. 



PERGERAKAN MAHASISWA PASCA - PERANG DUNIA


Pergerakan mahasiswapasca – perang dunia di Kyodai berpusat pada perubahan kembali struktur Asosiasi mahasiswa universitas (University Student Association) kembali menjadi organisasi mahasiswa. Diantara kondisi sosial Jepang pembersihan berdarah (Red Purge) dan dilanjutkan dengan Perang Korea, mahasiswa segera saja menjadi dipolitisi. Kritik kepada pemerintah disertai dengan bentrokan yang dilaksanakan atas otoritas universitas. Puncaknya terjadi pada tahun 1960 sewaktu Pergerakan Anpo (Anpo Movement) yang menolak perubahan perjanjian keamanan negara dengan United State, bersama dengan staf universitas, para aktivis mahasiswa menginisiasi pertemuan seluruh kampus untuk meminta pembubaran Diet.

PEMBERONTAKAN MAHASISWA (THE STUDENT REVOLT)

Dimulai pada tahun 1968, pemberontakan mahasiswa diawali oleh amukan Tokyo University dan Nihon University yang meluas ke seluruh negeri dan semakin memanas secara drastis. Pemberontakan mahasisiwa di Kyodai dimulai pada pertengahan Januari 1969 dengan adanya blokade Departemen kemahasiswaan seperti halnya mahasiswa Todai memblokade Auditorium Yasuda. Univeritas berusaha menyingkirkan blokade tersebut dengan cara negosiasi maupun persuasi namun faksi yang berusaha mempertahankan blokade akhirnya menang hingga pada hari ke 23 baru blokade tersebut dapat disingkirkan. Cara yang digunakan untuk mencari dan menyelesaikan isu internal tanpa melibatkan bantuan dari luar mereka sebut “The Kyodai Method” yang berarti tidak bergantung kepada polisi namun lebih mengintensifkan perlawanan antar faksi – faksi di mahasiswa itu sendiri.
Barikade kemudian didirikan melingkari Fakultas Sastra dan Sains serta fakultas lain. Mahasiswa saling menyerang dan bentrok antara para aktivis yang tergabung dalam Join – Struggle Committee dengan mahasiswa yang menolak blokade terjadi berulangkali. Kegiatan normal akademik dan penelitian menjadi mustahil. Ujian masuk akademik untuk tahun 1969 dipindah dan dilakukan di luar kampus namun permulaan kuliah ditunda. Mahasiswa yang tergabung dalam Join – Struggle Committee memaksa masuk ke dalam upacara penerimaan mahasiswa dan diberikan otoritas selama 1 menit. Kebanyakan kelas tidak dapat dilaksanakan karena adanya ketakutan bentrokan akan kembali berlanjut sehingga univeritas memutuskan untuk melibatkan kekuatan polisi untuk memecah blokade yang dibuat mahasiswa. Baru pada bulan Desemner 1969 kampus kembali normal dan kelas dilaksanakan.

Itulah beberapa informasi terkait dengan sejarah Kyoto University yang mungkin bisa anda lihat di Permanent Exhibition di The Clock Tower Centennial Hall jika Anda berkunjung ke Kyodai.

Semoga memberi sedikit informasi kepada teman2 semua

Source: Kyoto University History Permanent Exibition book.

Next Chapter:
Jepang [Part 3]: Kyoto City "Thousand of Shrines"











Wednesday, March 6, 2013

Jepang [Part 1]: SUSTAIN 2012 “Pintu Menuju Negeri Sakura”


Catatan Perjalanan di Kyoto, Japan dalam rangka konferensi internasional November 2012.

“ Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).. dan hanya kepada Tuhan mu lah engkau berharap.” QS. Al-Inshirah: 5-8



Teman – teman semua yang membaca blog ini, tidak ada niatan untuk sombong ketika ingin menulis cerita perjalanan saya menuju tanah impian yang sebelumnya tak pernah terlintas dikepalaku, karena semua nikmat yang saya dapatkan murni adalah salah satu Kekuatan-Nya dan kita sebagai manusia harus mempercayainya dan terus menerus bersyukur. J

Semoga berguna bagi teman – teman yang punya mimpi ke luar negeri dengan uang dikantong terbatas (maklum... saya jg mahasiswa yang sangunya pas – pasan.. hehe) tapi punya semangat untuk mewujudkan mimpi yang besar (atau lebih tepatnya Nekat!)... Yakinlah bahwa salah satu kunci sukses itu ya Nekat itu sendiri.. J

Oke... kita mulai ceritanya... Acara SUSTAIN 2012 ini saya ketahui dari kelompok diskusi bahasa Inggris di UGM yaitu Gadjah Mada English Club (GEC) yang beranggotakan mahasiswa – mahasiswa dari seluruh fakultas di UGM yang mempunyai pengalaman pergi ke luar negeri dan kelompok ini adalah suatu wadah untuk bertukar informasi tentang Student Exchange dst. (Namun sejak 2012 sudah jarang kumpul L ).

Dua mahasiswa dari Fakultas Kehutanan dan Fakultas Farmasi, yang pertama merupakan mantan ketua International Forestry Student Association (IFSA) Indonesia, Mbak Putri Permatasari dan Fany Mutia Cahyani, aktivis mahasiswa yang telah mempunyai nama di fakultas dengan lambang ular dan cawan itu memberi saya cerita bagaimana negara Jepang lewat versi mereka yang tentunya membuat saya berkata berkata dalam hati “klo mereka bisa, kenapa saya g bisa? toh asal ada usaha keras!”. Seketika itu dalam hatiku ku tekadkan untuk berusaha lebih keras, belajar lebih keras dan berdoa kepada Tuhan secara kontinyu (ini jangan ditiru ya... hehe.. berdoa ketika ada perlu aja J )

Percobaan pertama tahun 2011, GATOT! Gagal total! Ini karena perencanaan yang kurang matang dan tekad yang kurang kuat plus pada tahun 2011 bulan September saya disibukkan dengan agenda Kuliah Kerja Lapangan III Prodi Pembangunan Wilayah di Malaysia yang menguras tenaga, waktu dan emosi saya! Sebenarnya saya berniat agak nekad dan sembrono pada tahun 2011 yakni September ke Malaysia, November ke Jepang dan Desember ke Azerbeijan karena semua acara tersebut sudah mendapat Letter of Accepted tinggal cari pendanaan. Ternyata Tuhan berkata lain dan satu pelajaran yang ku dapatkan waktu itu. Sabar lan nrimo!

Nah baru pada tahun 2012 ketika saya mendapat kepercayaan sebagai Assitant Researcher di Pusat Studi Pariwisata UGM mendampingi salah seorang peneliti populer, Erda Rindrasih, MURP. Riset yang nantinya saya presentasikan di SUSTAIN 2012, Kyoto Jepang sebagai salah satu tanggung jawab intelektual seorang peneliti kepada masyarakat. Paper yang kami publikasikan ada di tulisan saya sebelumnya (silakan liat sendiri ya... J ).

Adakah yang pernah mendengar salah satu konferensi internasional bernama SUSTAIN 2012? Jika belum... saya ulas sedikit saja... Konferensi tingkat Internasional ini diadakan oleh mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Jepang, tepatnya di Kyoto yang tergabung dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Kyoto. PPI Kyoto ini masih satu bagian dengan PPI Kansai (area meliputi Kansai, Kyoto, Kobe,Hirishima, etc) so... bisa dikatakan mahasiswa yang berada di Jepang bagian selatan masuk dalam kepengurusan PPI Kansai ini.
Saya tidak akan berbicara panjang lebar terkait teknis SUSTAIN 2012 karena bisa Anda lihat sendiri di web nya yakni www.sustain-kyoto.com. Namun yang pasti paper saya dengan mbak Erda lolos beserta 119 paper lain dari 19 negara peserta konferensi yang tersebar mulai dari Amerika, Eropa hingga Asia sendiri.
SUSTAIN 2012 opening ceremony


Presentation


Dubes Indonesia untuk Kerajaan Jepang
Gala dinner
Japanese sushi

Saya mau berbicara terkait lika – liku perjuangan meraih impian J

Awal cerita dimulai sekitar 6 bulan terhitung sejak bulan Juni 2012 abstract di terima, perjuangan ke negeri Sakura itu BARU di mulai! Terutama Dana sekitar 12 juta harus saya persiapkan! Pas waktu registrasi konferensi sebesar 15.000 yen atau sebesar Rp. 1.800.000,- (kurs Rp 120,- @ 1 yen) aja uang dikantong Rp 0,- alias lagi kere! Apalagi harus punya 10 juta an! Tapi dari sejak SMA modal utama hidupku bukanlah modal maupun pintar, namun SEMANGAT pantang nyerah hingga akhir! Nah karena ini paper adalah milik kami berdua so... uang pendaftaran alhamdulillah di backup ma mbak Erda.. Thanks ya mbak... ok.. masalah pertama selesai... J


Masalah selanjutnya ketika akan bepergian ke luar negeri adalah Transportasi dan Akomodasi! Jangan sampai salah perencanaan di kedua hal ini! Dampaknya bisa lumayan parah di perjalanan nanti... (Pengalaman menjadi panitia bepergian ke luar negeri tahun2 sebelumnya sangat membantu J).

Transportasi terutama Pesawat PP Jogja – Kansai harus diperhitungkan secara matang. Untuk satu hal ini saya konsultasi secara detail dengan teman yang sebelumnya sudah ke Kyoto tahun 2011 lewat Bandara Kansai International Airport yaitu Fany seperti pesawat apa yang paling terjangkau melalui budget saya. Bedanya ketika Fany mengajukan ke Garuda untuk sponsor, dia dapet persenan gede hampir 60%, nah pas aku ngajuin cm dapet 10% dari total 8 juta. So... akhirnya aku pilih Air Asia dengan harga Rp 4.500.000,- PP Jakarta – Kansai. Nah... untuk perjalanan dari PP Jogja ke Jakarta, saya memilih kereta api Bogowonto seharga Rp.300.000,- (lumayan ngirit sekaligus backpakeran).

Yasaka taxi
Untuk transportasi lokal Kansai – Kyoto, saya konsultasi dengan mbak Erda yang beberapa minggu sebelumnya ke Retsumeikan University, Kyoto bersama Pusat Studi Bencana UGM dan minta contact person  mahasiswa lokal, dapetlah nama Nanako. Nah dia ini yang mem booking beberapa tiket perjalanan bus dan taxi dari Kansai ke Kyoto maupun angkutan lokal apa yang bisa saya gunakan untuk keliling Kyoto (Arigatou Nanako J). Dan ternyata dia juga bisa bahasa Indonesia karena 6 kali ke Indonesia untuk studi tentang kebencanaan jadi setidaknya dia bisa diajak bercanda pake bahasa ibu.. hehe

Nah hal rawan kedua yang harus direncanakan adalah penginapan! Penginapan di Jepang rata2 3.500 – 5000 yen atau sekitar Rp.420.000,- - Rp 600.000,-. Wow! Itulah kata pertama kali terucap! Secara, waktu di kuliah aja uang saku orang tua berkisar 1 juta saja, jadi kalo dengan 1 juta di Jogja bisa hidup satu bulan di Jepang Cuma 2 hari! Aduh mak! Disinilah otak saya berputar keras, bagaimana saya dapat penginapan Gratis? Setelah sholat malam, jawaban itu muncul. Kita kan punya saudara dari Indonesia yang mungkin berbelas kasih ma mahasiswa kere seperti saya... dan alhamdulillah setelah meng-email beberapa kenalan dari dosen saya mendapatkan tempat tinggal di apato milik mahasiswa Universitas Brawijaya, Mas A.R. Taufiq dan Taiwan National University, Mas Widodo yang sedang ambil S2 dan S3 di Kyoto University. Matur nuwun sanget kang!

Masalah itu belum semuanya teratasi lho... karena aq dapet tiket Air Asia dari tanggal 2 – 10 November 2012, dan mereka berdua hanya bisa memberikan tempat selama conference saja, maka ada 5 hari sisa saya harus nggelandang di Kyoto. Hehe... (karena alasan inilah saya membawa tas ransel ukuran 90 liter biar bisa sekalian jalan – jalan alian backpakeran). Cari di internet kq ya mahal semua, akhirnya saya kontak Akito Yanai (anak Jepang yang ambil S2 di Kehutanan, ketemu waktu acara Java Summer Camp 2011) untuk kasih guest house yang murah dan dekat dengan pusat kota atau Kyoto Station.tapi untuk efisiensi dan komunikasi dengan salah satu delegasi UGM lain, saya putuskan untuk satu guest house dengan Binta Anjasni di Hoppers Guest House dengan tarif cukup murah yakni 1500 yen tiap malam. So... masalah Transportasi dan akomodasi Clear!

Masalah sebelum berangkat yang lain adalah Visa Jepang! Awalnya sempat takut uang tiket pesawat sebesar 4,5juta bisa raib klo gak bisa dapet Visa Jepang dan gak berangkat karena pas waktu ngurus di agen travel, harus mencantumkan surat kesanggupan orang tua membiayai perjalanan dan surat rekomendasi dari bank (ini karena biasanya agen travel mengambil Visa Travel dengan tenggat waktu 3 bulan). Nah... untuk inilah saya putuskan saya urus semuanya sendiri sekalian belajar birokrasi di kedubes siapa tau besok – besok akan belajar di Luar negeri juga Aminnn.... Akhir cerita semua lancar meski pertama saya sempat ditolak petugas di keduataan Jepang karena saya lahir di Blitar sehingga harus mengurus di Konjen Surabaya tapi karena UGM Yogyakarta masuk region Jakarta, akhirnya petugas memperbolehkan. Visa Accepted! Sempat agak menangis dan hati dredeg ketika naik bus kopaja menuju Stasiun Senen karena tiket menuju Jepang sudah di tangan... Alhamdulillah.. atas semua Nikmat Mu Ya Allah...

Ada teman – teman di kampus yang bertanya dari mana saya dapat uang? Ok saya jabarkan! Di atas saya sudah paparkan saya harus persiapkan sekitar 12 juta untuk perjalanan ke Jepang ini (uang yang sangat sangat besar bagi mahasiswa kere seperti saya). Ada pemasukan sekitar 3 juta dari tempat saya bekerja part time yaitu di Pusat Studi Pariwisata UGM, 6 Juta dari Proyek dg Bappeda Kalimantan (ini gaji terbesar saya selama mahasiswa dan klo mau sy bisa beli laptop baru tapi demi impian saya, harus ada yang dikorbankan selama untuk belajar J), 1 Juta dari Fakultas Geografi UGM dan 2,5 juta dari Dirmawa UGM. Sebenarnya saya sudah pontang – panting ke sana kemari untuk cari sponsor namun Allah belum berikan kemudahan untuk jalan yang ini. Tapi saya anggap semua pemasukan di atas adalah rezeki Allah untuk saya dan alhamdulillah saya tidak memberatkan orang tua karena hanya doa yang saya butuhkan dari beliau.

Kyoto Muslim Association
Ini cerita yang menjadi pembelajaran akan kuasa Tuhan kepada saya ketika saya meragukan kekuatan ayat  “Man Jadda Wajadda” (Jadi maka jadilah). Waktu itu saya sudah pasrah tak akan dapat sisa uang 6 juta karena hanya sisa 1 bulan sebelum berangkat! Menurut perhitungan matematika ku (meskipun matematika di kuliah aq dapet C.. hehe) sudah gak mungkin saya bisa berangkat ke Jepang, tap matematika Allah lebih hebat dan g bisa di nalar! Berita gembira dapat proyek di kalimantan datang ketika saya sudah menyerahkan semuanya kepada Allah setelah berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan mimpiku. Subhanallah... selepas sholat Jumat di Masjid Kampus UGM dapat telpon dari salah satu dosen untuk membantu di Kalimantan selama 1 bulan dan Selasa nya harus berangkat!atau 3 hari setelah dikabari! Mau meragukan Kuasa Tuhan?? Jangan deh.. J

Sustain 2012 friends
PPI Kyoto

Itu tadi cerita perjuangan untuk berangkat ke Jepang. Semoga jauh dari kata sombong karena diri ini hanyalah hamba Allah ingin terus bersyukur atas semua karunia nikmat yang Allah berikan.
Semoga bermanfaat bagi mahasiswa – mahasiswa lain yang punya MIMPI!

Next chapter:
Jepang [Part 1]: Kyoto University “Meiji Restoration University”


Friday, February 22, 2013

Malaysia [Part 3]: Melacca “World Heritage City”

Catatan perjalanan Kuliah Kerja Lapangan III Prodi Pembangunan Wilayah UGM di Malaysia dengan tema "Urban Management Based on Community Development" Tahun 2011

“Sesungguhnya ilmu itu lebih baik daripada harta. 
Ilmu menjaga akan menjagamu, sedangkan akan kau jaga. 
Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. 
Harta itu kurang apabila dibelanjakan tapi ilmu itu bertambah nila dibelanjakan” 
– Ali Bin Abi Thalib
Melacca Dutch Square
Jika Anda suka wisata sejarah dan bangunan – bangunan bersejarah (heritage), maka Kota Melaka tidak boleh dilewatkan! Anda akan melihat bagaimana pemerintah Malaysia membuat seisi kota menjadi tujuan wisata yang cukup populer di dunia.

Sebenarnya bisa dibilang kami bisa berkunjung menikmati keindahan tempat ini karena beruntung memiliki salah satu alumni kampus yang bersedia memfasilitas bus kantor secara gratis mengingat harga bus pariwisata dari Kuala Lumpur menuju Melaka cukup mahal.. klo g salah sekitar RM 3000 (Rp 9.000.000,- dg kurs Rp 3000,- / RM). Klo pun ada yang mau studi pariwisata di sana, hanya tim KKL tema Pariwisata bimbingan Dr. Baiquni, MA. yang berangkat. Intinya jika ada niat pasti ada jalan! 
It’s real and we thankful to Allah...

Kota Melaka berada di 148 km sebelah selatan kota utama malaysia, Kuala Lumpur dan dekat dengan Kota yang banyak sekali dihuni oleh orang Indonesia di Malaysia, Kota Johor. Ya klo dari Indonesia bisa nyebrang dari Kota Pekanbaru. 

Sejarahnya nih... karena keberadaan kota ini yang cukup strategis yaitu berada di Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan lau dunia sebelum menuju Singapura, kota ini menjadi rebutan beberapa negara kolonial seperti Portugis, Belanda, Inggris hingga Jepang. Kota ini dulunya ditemukan karena adanya perluasan kekuasaan Kerajaan besar Indonesia silam, Kerajaan Majapahit sehingga Raja Singapura perlu membangun pelabuhan baru yang strategis. Tuh kan keren Indonesia... hehe...

Ciri khas kota ini adalah bangunan – bangunan bersejarah yang berwarna merah maroon (ga terlalu cerah and g terlalu gelap). Sejak tahun 2008 UNESCO menetapkan beberapa bangunan di Kota Melaka sebagai the world heritage sites seperti Borobudur di Indonesia dan keberadaan sungai membelah kota seperti sungai Venice di Italy.
Melacca river

Bangunan dan tempat yang populer untuk dikunjungi apa aja sih?

Chirst Cruch Melaka

Dibangun tahun 1753 dengan arsitektur gereja model Belanda.  Lokasinya tepat berada pusat area Belanda di Melaka (Melacca Dutch Square) ketika pertama kali pengunjung datang sehingga gereja ini biasanya menjadi bangunan bersejarah pertama yang dilihat.

Tan Beng Swee Clocktower


Jam Menara ini adalah pemberian Tan Jiak Kim sebagai permintaan ayahnya, Tan Beng Swee untuk rakyat Melaka pada tahun 1886 (Model jam asli diimpor dari Inggris). Namun pada tahun 1982 sempat ada sedikit ketegangan yang disebabkan oleh pemberian jam baru dari Seiko-K Hattori & Co. Ltd Japan untuk menggantikan jam yang asli. Penolakan dari penduduk Melaka menyebabkan keaslian jam menara masih terjaga dan jam pemberian dari Jepang disimpan di Museum Melaka.

Francis Xavier Chruch

Gereja ini dibangun oleh pendeta Perancis dengan model gereja Ghotic yang lazim ada di Eropa pada tahun 1849. Gereja ini didedikasikan untuk pendeta St. Francis Xavier yang telah menyebarkan Agama Katholik di negara – negara Asia Tenggara selama abad 16.

Fort A Famosa



Dibangun oleh Portugis pada tahun 1511 dan sempat mengalami kerusakan yang cukup parah saat Belanda menginvasi Kota Melaka. Pada tahun 1808, rencana pemerintah Inggris untuk menghancurkan benteng ini ditolak oleh Sir Stanford Raffles yang mempunyai pengaruh cukup besar di Asia Tenggara saat itu. So... kita bisa lihat hingga sekarang J

St. Jhon’s Fort


Dibangun oleh Belanda pada abad 18. Benteng ini berada di atas bukit sehingga senjata meriam Cannons dari benteng dapat melindungi Kota Melaka dari musuh yang menyerang pelabuhan.

Melacca Islamic Museum 



Bangunan ini dibangun pada tahun 1950 untuk mengenang perkembangan Islam di Semenanjung Malaka dan wilayah Asia Tenggara. Museum ini berada di dekat Melaka Dutch Square sebelah utara.

Tamil Methodist Church




Gereja ini dibangun pada tahun 1908 dengan nama asli Kabu Methodist Church karena berada di Jalan Kabu. Gereja ini juga ditetapkan oleh UNESCO sebagai The World Heritage Site.

Portuguese Ship Museum


Jika kita berjalan dari Melaka Tourist Information Center sekitar 10 menit, maka kita akan sampai di Melacca Maritime Museum. Nah.. yang menarik perhatian adalah adanya kapal tua buatan Portugis yang berdiri megah disampingnya. Ya... kapal ini sebenarnya adalah replika kapal Portugis “For De La Mar”.

Sejarah dari kapal tua ini adalah akibat tenggelam di pantai Melaka ketika akan membawa terlalu banyak muatan dari Melaka menuju Portugis. Akhirnya pada tahun 1990, kapal Portugis ini direkontruksi kembali dan baru dibuka untuk publik pada tahun 1994 oleh Perdana Menteri Tun Mahathir.

Jonker Walk


Bagi anda yang suka shopping dan nongkrong, inilah kawasan yang menawarkan berbagai oleh – oleh khas Melaka mulai souvenir hingga baju – baju dengan harga yang variatif. Di malam hari, lokasi ini pun dipenuhi oleh para turis yang duduk – duduk santai di cafe yang tersebar di sepanjang Jonker Walk. Bisa jalan kaki bisa menggunakan becak yang sudah dihiasi penuh bunga. Klo saya sih mending jalan... sehat dan murah.. hehe...

Kesimpulan kami setelah berjalan – jalan di Kota Melaka adalah pemerintah Malaysia secara serius membenahi berbagai tempat wisata agar para turis berdatangan ke negaranya. Klo Malaysia bisa, tentunya Indonesia juga bukan? Ini menjadi tugas kita bersama J

Dari segi interaksi sosial, kota ini menarik dikaji karena ada permukiman Portugis, Belanda, Inggris, Mandarin hingga penduduk lokal atau Melayu dan pemerintah kota memfasilitasi bagaimana agar semua permukiman bisa menjadi lokasi wisata yang menarik baik peninggalan bersejarah yang sudah ditetapkan oleh UNESCO hingga merenovasi bangunan kebudayaan lainnya agar sinergis dan sama – sama mempunyai nilai jual pariwisata.


Terahir, pesan saya adalah “Belajar itu bisa dimana saja, kapan pun dan di saat apapun, termasuk saat bermain alias bermain sambil belajar”