Tuesday, September 30, 2014

Teori Fertilitas Freedman (1962)

           Sahabat Blogger, sudah lama saya ingin berbagi ilmu di blog semenjak waktu sekolah S1, namun waktu dan budaya menulis saya ternyata masih sangat payah. so... mulai dari titik ini saya akan berbagi ilmu yang saya pelajari dari kampus maupun pekerjaan proyek. Semoga berguna bagi akademisi maupun praktisi.
           
           Kali ini saya akan berbagi tentang Fertilitas dan Kesehatan Reproduksi dari Mbah Freedman yang dulu neliti tentang fertilitas pada tahun 1962. Check this out!
     
            A.  Teori Fertilitas
         Ronald  Freedman  berpendapat  bahwa  faktor lingkungan juga mempengaruhi tingkat fertilitas. Selain adanya faktor lingkungan  yang  mempengaruhi  fertilitas  yaitu  tingkat  mortalitas,  norma  tentang  besarnya keluarga,  struktur  sosial  ekonomi  dan  juga  norma  mengenai  variabel  antara. Berikut kerangka analisis yang dikemukakan oleh Ronald Freedman :
Gambar 1.1 Diagram faktor yang mempengaruhi fertilitas

                             Sumber : Freedman (dalam Rusli, 1996:101)

Faktor yang mempengaruhi masyarakat  melalui variabel antara  Freedman mengembangkan  model  yang  diusulkan  oleh  Davis  dan  Blake  seperti  pada gambar.  Pada  gambar  ini  tambak  bahwa  antara  lingkungan  dan  struktur  sosial ekonomi selalu mempengaruhi, sementara lingkungan juga mempengaruhi tingkat mortalitas. Hubungan saling mempengaruhi terjadi pada struktur sosial ekonomi adalah mengenai besar keluarga, norma mengenai variabel antara dan seterusnya. Jadi  perbedaan  fertilitas  antara  masyarakat  maupun  antar  waktu  dapat  dipahami apabila telah memahami berbagai faktor secara langsung maupun tidak langsungberinteraksi dengan fertilitas. (Rusli, 1996 : 99).

11 variabel antara yang dikemukakan oleh Davis dan Blake dapat dikemukakan sebagai  beikut:
  1. Usia  kawin
  2. Selibat  permanen  (Status  hidup  tidak  kawin)
  3. Lamanya  tidak  hidup  bersama  setelah  kawin  (karena  perceraian  atau  menjanda)
  4. Waktu antara  hubungan kelamin tidak stabil  (4a.  Tidak Kawin  lagi setelah  janda, 4b. Abstinensi  (berpantang  karena  kehendak  sendiri)
  5. Pantang  senggama  karena terpaksa.
  6. Frekuensi  Senggama.
  7. Kesuburan  atau  kemandulan  yang  dipengaruhi oleh  faktor-faktor  yang  tidak  disengaja
  8. Penggunaan  cara-cara  kontrasepsi.
  9. Sterilitas
  10. Mortalitas  Janin  dengan  tidak  sengaja.
  11. Mortalitas  janin  dengan sengaja.


Variabel  antara  yang  dikemukakan  oleh  Davis  dan  Blake  tersebut,  terdapat beberapa  kelemahan,  tetapi  sudah  mendapat  perbaikan  (elaborasi,  lebih disempurnakan), dari Freedman dan Bongaarts.

Elaborasi R. Freedman (1971), yang menyatakan bahwa:

   Variabel  antara  yang  dikemukakan  oleh  Davis  dan  Blake  (1956)  merupakan variabel  antara  yang  menghubungkan  norma-norma  fertilitas  yang  sudah mapan  diterima  oleh  masyarakat  dengan  sejumlah  anak  yang  dimilikinya. Norma  sosial  yang  sudah  mapan  tersebut  bisa  sesuai  atau  tidak  dengan fertiltas  yang  diinginkan  seseorang.  Dalam  hal  ini  norma  sosial  dianggap sebagai faktor yang dominan atau menentukan.


     Diterimanya  alat-alat  kontrasepsi  secara  luas  merupakan  perubahan  variabel antara  yang  paling  penting  di  dalam  menentukan  naik-turunnya  fertilitas  di negara-negara Barat. Di  Indonesia  dalam  menentukan  turunnya  fertilitas,  dipengaruhi  oleh  tiga faktor yaitu:
  •       penggunaan kontrasepsi modern
  •       praktek pembatasan kelahiran secara tradisional
  •       perubahan pola perkawinan (dari hasil penelitian
Informasi  yang  diperoleh  dari  hasil  penelitian  menunjuk kan  bahwa  1).  dan  2). lebih banyak digunakan.

Elaborasi  Bongaarts  (1979),  yang  menyatakan  bahwa  variabel  antara  dibagi menjadi tujuh, yaitu;
  1.      variabel perkawinan
  2.      kemandulan permanen
  3.      lamanya tidak subur sesudah melahirkan (post partum)
  4.      kemampuan melahirkan
  5.      penggunaan alat-alat kontrasepsi yang efektif
  6.      pengguguran secara spontan
  7.      pengguguran secara tidak sengaja
Bongaarts  pada  tahun  1980  mempersempit  lagi  menjadi  empat  variabel antara, yaitu :
  1.      perkawinan
  2.      kontrasepsi
  3.      laktasi (menyusui)
  4.      pengguguran


Variabel  antara  yang  belum  diteliti  oleh  Davis  dan  Blake  adalah  laktasi,  yaitu masa menyusui yang dapat mencegah kehamilan.

Faktor-faktor yang memperkecil fertilitas adalah:
  1. Kontrasepsi modern (pil dan kondom) dan tradisional. (pijat).
  2. Pantang  berkala,  yaitu  tidak  melakukan  hubungan  seks  pada  masa  subur wanita  pada waktu-waktu  tertentu.  Masa  subur  wanita  adalah  5  sampai  7  hari sebelum dan sesudah haid.
  3. Senggama terputus (coitus interuptus)


Pada  tahun  1979  Moni  Nag,  seorang  antropolog,  mengemukakan  10  variebel fertilitas  yang  dipengaruhi  oleh  modernisasi.  Dasar  pemikirannya  adalah  bahwa industrialisasi,  urbanisasi,  dan  beberapa  bentuk  perubahan  sosial,  diantaranya proses  modernisasi,  pada  umumnya  dapat  menyebabkan  turunnya  fertilitas  melalui tindakan  pengendalian  kelahiran  (seperti  kontrasepsi  dan  usaha  pengguguran)  serta penundaan  usia  kawin. Di  negara-negara  sedang  berkembang  menunjukkan  adanya pengaruh modernisasi terhadap fertilitas.

Ada empat faktor utama yang dapat dikemukakan dalam pemikiran Moni Nag, yaitu :
  1. Mulai  keluarnya  ovulasi  dan  menstruasi  sesudah  melahirkan,  sebagai  akibat  dari pengurangan praktek menyusui atau laktasi.
  2. Berkurangnya praktek pantang senggama sesudah melahirkan.
  3. Berkurangnya  atau  hilangnya  masa  reproduksi  pada  seorang  wanita  disebabkan oleh karena menjanda pada usia muda.
  4. Pengurangan  pengaruh  pemandulan  atau  sterilisasi  sebagai  akibat  pengobatan yang bertambah baik terhadap penyakit kelamin


Ada  sepuluh  variabel  (yang  dipengaruhi  modernisasi)  yang  mempengaruhi naik-turunnya fertilitas:
  1. Fekunditas  (amenorrhea  dan  ovulasi),  yang  dipengaruhi  oleh  laktasi  (lamanya menyusui).  Pada  wanita  modern  banyak  meninggalkan  kebiasaan  menyusui anaknya.  Hal  ini  juga  dipengaruhi  oleh  gencarnya  susu  kaleng,  sehingga menyebabkan kesuburan wanita cepat datang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita, maka semakin tinggi pula untuk meninggalkan laktasi.
  2. Fekunditas  dalam  hal  ini  amenorrhea  (periode  mati  haid  atau  berhentinya  haid secara  alami  setelah  melahirkan),   menarche  (periode  haid  yang  pertama),  dan menopause  (periode  berhentinya  haid),  yang  dipengaruhi  oleh  gizi  (nutrisi). Dalam  hal  ini  modernisasi  menyebabkan  meningkatnya  ekonomi  dan  kesehatan, sehingga  pemenuhan  gizi  dapat  meningkat.  Gizi  yang  baik  akan  mempengaruhi fekunditas  dan  akan  mempengaruhi  menarche,  sehingga  usia  reproduksi meningkat dan menopause bisa lebih lama.
  3. Keguguran  (miscarriage)  dan  lahir  mati  (stillbirth)  lebih  sedikit  karena  kesehatan yang terpelihara dengan baik.
  4. Kemandulan  yang  disebabkan  oleh  penyakit  kelamin  akan  menurun  karena kesehatan  meningkat  dan  bertambah  baik,  sehingga  kesuburan  wanita meningkat.
  5. Abstinensi  (pantang)  sukarela  terutama  sesudah  melahirkan  tidak  tinggi  lagi, sehingga fertilitas naik.
  6. Keadaan  menjanda  dan  janda  (widowerkrod)  prosentasenya  menurun,  sehingga menyebabkan fertilitas naik.
  7. Perceraian  dan  perpisahan  juga  berkurang  karena  ekonomi  membaik,  sehingga fertilitas naik.
  8. Usia  kawin  dan  proporsi  wanita  yang  tidak  pernah  kawin  (selibat).  Usia  kawin meningkat  dan  proporsi  wanita  tidak  kawin  menurun  karena  ekonomi  membaik, sehingga fetilitas naik.
  9. Frekuensi hubungan kelamin (intercouse)  makin tinggi terutama dalam hubungan dengan keluarga luasnya, sehingga fertilitas naik.
  10. Abstinensi terpaksa atau tidak sengaja berkurang, sehingga fertilitas naik.

B.  Faktor yang mempengaruhi fertilitas

                 
                 1.  Pengaruh Pendapatan Keluarga


Pendapatan  adalah  faktor  yang  paling  dominan  dalam  mempengaruhi suatu  keputusan  seseorang  atau  keluarga  dalam  merencanakan  jumlah  anak.Hubungan  antara  fertilitas  dengan  penghasilan  keluarga  menurut  Terence  Hull dalam  (Singarimbun,  1996:  68)  menyatakan  bahwa  wanita  dalam  kelompok berpenghasilan rendah akan cenderung mengakhiri masa reproduksinya lebih awal dibandingkan  dengan  wanita  pada  kelompok  berpenghasilan  sedang  dan  tinggi.

2.  Pengaruh Tingkat Pendidikan
Menurut  Todaro  (1994:  21)  semakin  tinggi  tingkat  pendidikan  istri  atau wanita  cenderung  untuk  merencanakan  jumlah  anak  yang  semakin  sedikit. Keadaan  ini  menunjukkan  bahwa  wanita  yang  telah  mendapatkan  pendidikan lebih baik cenderung memperbaiki kualitas anak dengan cara memperkecil jumlah anak,  sehingga  akan  mempermudah  dalam  perawatannya,  membimbing  dan memberikan pendidikan yang lebih layak.

3.  Pengaruh Usia Perkawinan Pertama
Usia  perkawinan  dalam  suatu  pernikahan  berarti  umur  terjadinya hubungan  kelamin  antara  individu  pria  dan  wanita  yang  terikat  dalam  suatu lembaga perkawinan dengan berbagi ketentuan mengenai hak dan kewajiban dari masing-masing  individu.  Pada  masyarakat  yang  sedang  berkembang,  usia perkawinan pertama cenderung muda sehingga nilai fertilitasnya tinggi.  Dengan kata  lain  semakin  cepat  usia  kawin  pertama,  semakin  besar  kemungkinan mempunyai anak. (Singarimbun, 1996:69).

4.  Pengaruh Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi
Jumlah fertilitas pada umumnya berbeda menurut status sosialnya, sebab kemampuan  memiliki  anak  berhubungan  erat  dengan  kondisi  ekonomi  dan lingkungan  orang  tua  yang  bersangkutan.  Sehingga  untuk  menekan  angka fertilitas pemerintah menerapkan program  keluarga berencana  dalam  peningkatan peran  serta  masyarakat  melalui  pendewasaan  usia  perkawinan,  pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Mantra, 2000:197).

5.  Pengaruh Jenis alat KB
Bagi  pasangan  suami  istri  yang  sudah  menikah  atau  telah  lama  menikah dan  ingin  menunda  kehamilan  dengan  berbagai  alasan  tertentu,  biasanya  wanita akan  melakukan  atau  mengikuti  anjuran  program  dalam  keluarga  berencana dengan  menggunakan  beberapa  alat  kontrasepsi  yang  menurutnya  aman  untuk digunakan.

6.  Pengaruh Curah Jam Kerja
Kaitannya  dengan  status  sosial  ekonomi,  Todaro  menyatakan  semakin tinggi  tingkat  pendidikan,  kaum  wanita  cenderung  berkeinginan  untuk  bekerja dibidang  ekonomi,  dengan  demikian  akan  mengurangi  ketergantungan  mereka pada anak. (Widjayanti, 1995 : 6)

7.  Pengaruh Banyaknya Anggota Keluarga
Penurunan fertilitas tentu memberikan kenyataan bahwa jumlah anak yang dimiliki seorang wanita semakin sedikit. Akibatnya, wanita semakin mempunyai banyak  waktu,  selain  mengasuh  anaknya.  Terlebih  bagi  perempuan  yang  sudah memiliki  anak  yang  sudah  beranjak  dewasa.  Maka  banyak  wanita  yang memanfaatkan tenaga dan waktu luang yang dimiliki untuk melakukan aktivitas di luar  tugas  domestik  mereka,  terutama  aktivitas  ekonomi  dalam  hal  membantu perekonomian keluarga. (Widiyanti, 1987:148)

8.  Pengaruh Jumlah Saudara Kandung Dari Ibu
Kelahiran  yang  tidak  direncanakan  atau  tidak  dibatasi  mengakibatkan terbentuknya  suatu  kelurga  besar.  Hal  ini  akan  menyebabkan  dinamika  dari keluarga didalam keluarga dan kualitas penduduk cenderung kearah pertambahan jumlah penduduk negara atau wilayah bertambah banyak. (Widiyanti, 1987:142).



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2002. “Studi  Mobilitas  Penduduk”.  Dalam  Tukiran  et  all.  Mobilitas Penduduk Indonesia:  Tinjauan  Lintas  Disiplin.  Yogyakarta:  Pusat  Studi Kependudukan.
Davis, Kingsley dan Judith Blake. 1982  “Struktur  Sosial  dan  Fertilitas:  Suatu  Kerangka  Analitis”.  Dalam  Masri Singarimbun,  (ed.),  Kependudukan:  Liku-liku  Penurunan  Kelahiran.  Terj. Hans Daeng. Cetakan kedua. Jakarta: LP3ES, hal. 1-47.
Lee, Everet S. 1995  Teori Migrasi. Edisi keenam.  Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Lucas, David, et al., (eds.).1982  Pengantar Kependudukan. Terj. Nin Bakdi Sumanto dan Riningsih Saladi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mantra, Ida Bagus. 1984  “Masalah  Penduduk  dan  Lingkungan  Hidup  di  Indonesia”,  Demografi Indonesia, 11(22): 1-9.
Meyer, Paul A. dan Simon Andjar Legawan, (eds.). 1979  Kumpulan  Kertas  Kerja  Lokakarya  Nilai  Anak  di  Indonesia.  Yogyakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Nag, Moni. 1979  How  Modernization  Can  Also  Increase  Fertility.  Working  Paper  No.  49. New York: Population Council Center for Policy Studies.
Singarimbun, Masri. 1975  Faktor-faktor  Sosial-budaya  yang  Mempengaruhi  Fertilitas  dan Mortalitas.  Yogyakarta:  Pusat  Penelitian  dan  Studi  Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Singarimbun, Masri, (ed.). 1982  Kependudukan:Liku-liku  Penurunan  Kelahiran.  Cetakan  kedua.  Jakarta: LP3ES.


_______________________________________________________________
Penulis,

Muhammad izzudin, S.Si.
Master of Demography Studies
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia.

Saturday, September 20, 2014

Andai Istrimu Seorang Dokter


(Source: http://us.images.detik.com/content/2012/09/27/763/165647_dokter2ts.jpg)

Kawan…

Saya ingin bercerita atau setidaknya mengungkapkan apa yang menjadi kegalauanku.

Seperti judul di atas, hal yang ingin saya ceritakan adalah terkait dokter. Mengapa dokter? Karena profesi dokter menurutku adalah pekerjaan mulia baik dokter manusia maupun dokter hewan. 

Saya sendiri adalah dokter, tetapi dokter bumi (Geografi). Hehe.

Apabila calon istri kita  adalah seorang dokter, maka bersiaplah dari sekarang untuk berlapang dada dan berbesar hati karena separuh hidupnya akan sering berkutat di misi kemanusiaan yaitu mengobati pasien hingga 24 jam 7 hari seminggu. Ini adalah konsekuensi logis dari pekerjaan yang mereka tempuh karena tidak ada yang tau kapan seseorang akan sakit dan membutuhkan pertolongannya.

Saya tidak mengada – ada, bisa teman – teman buktikan sendiri apabila mempunya keluarga atau teman yang berprofesi sebagai dokter pasti dia pintar atau paling tidak dia dari keluarga mampu. Bagaimana tidak, kedokteran selalu menjadi prioritas anak – anak SMA ketika akan melanjutkan ke perguruan tinggi baik swasta maupun negeri.

Belum lagi, apabila sarjana seperti selain kedokteran setelah 4 – 5 tahun sudah wisuda, maka dia akan langsung bisa bekerja sesuai dengan ijasahnya. Namun bagi mahasiswa kedokteran tidaklah demikian, mereka harus melanjutkan ujian profesi / koas (co-assisstant) selama 2 tahun an. Waktu yang lama bukan? Sama waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan S1 dan S2.

Poin yang ingin saya sampaikan adalah, apabila engkau memiliki wanita yang berprofesi sebagai dokter, maka masalah waktu komunikasi adalah hal yang krusial karena mengingat kadang ketika kita bekerja sudah habis waktu dan upaya kita untuk pekerjaan sepenuhnya. 

Disisi lain, seorang wanita butuh untuk dimengerti, sehingga seringkali waktu yang tidak sesuai akan membuat miss komunikasi dan itu berakibat buruk bagi hubungan kalian.

Jadi, apabila kawan – kawan sekarang memiliki wanita pujaan hati seorang dokter (atau setidaknya calon dokter), maka selalu bersiaplah akan ujian – ujian hati dan cinta karena sering ada tugas di daerah – daerah dan akan sangat jarang frekuensi bertemu kalian untuk mendiskusikan hal – hal yang krusial dalam hidup.

Untuk calon istriku, semoga engkau kuat menjalani hari dengan ujian – ujian koas di daerah dan dosen killer dan dapat gelar dokter hewan secepatnya. Agar engkau segera berangkat menimba ilmu di luar negeri seperti yang engkau inginkan.

Diri ini sejatinya hanya bisa mendukung apa pun yang menjadi cita – citamu.
Ini pandangan subyektif saya, bisa salah bisa benar, klo salah mohon dimaafkan J

Kost Soto Ngadiran

Karanggayam, 21 September 2014