Tuesday, May 14, 2013

Jepang [Part 2]: Kyoto University "Meiji Restoration University"

Catatan Perjalanan di Kyoto, Japan dalam rangka konferensi Internasional November 2012

“History is the witness that testifies to the passing of time, it illumines reality, vitalizes memory, provides guidance in daily life and bring us tidings of antiquaty” 
– Cicero (106 BC – 43 BC) -
Pada ulasan kali ini saya akan sedikit membahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah kampus dimana konferensi Internasional pertama di Jepang yang saya hadiri dengan beberapa delegasi lain dari UGM. Tanpa bermaksud untuk membanggakan kampus Kyoto University karena ini hanya impian saya pada suatu hari saya akan belajar di sana mengingat status saya sekarang adalah mahasisiwa semester akhir di kampus terbaik di Indonesia tahun 2013 versi Webometrik, Universitas Gadjah Mada. Saya bangga menjadi salah satu mahasiswa di kampus terbaik di Indonesia yang telah membawa banyak prestasi baik akademik maupun akademik yang pada saat SMA tidak saya dapatkan. Dan terlebih UGM telah membuka kesempatan saya untuk berkunjung ke beberapa kota di Indonesia maupun di Luar Negeri seperti di Singapura, Malaysia dan baru – baru kemarin di Jepang. Alhamdulillah ini semua adalah karunia Allah SWT yang harus terus untuk disyukuri.

Oke kembali ke topik terkait dengan keinginan saya untuk menceritakan kembali apa yang saya dapatkan ketika saya mengunjungi pameran sejarah Kyoto University dan mengingatkan saya pula kepada sejarah UGM berdiri. Ketika pameran tersebut saya banyak meminta informasi dan buku – buku tentang Kyodai (Kyoto Daigaku) bahkan sering saya tanya petugas jaga di sana untuk mengetahui lebih detai tentang kampus yang menjadi kebanggaan pemuda pemudi Japang tersebut, mumpung saya masih disana. Hehe...


SEJARAH SINGKAT



Kyoto University didirikan pada tahun 1897 (30 Meiji) sebagai kampus kedua di Jepang. Restorasi Meiji yang mengadopsi variasi sistem barat dalam rangka untuk mendirikan pemerintahan yang modern, maka pendidikan juga tidak terlepas dari perubahan tersebut. Pada saat berdirinya Kyodai (sebutan populer Kyoto University), mahasiswa harus menyelesaikan 4 tahun wajib sekolah dasar, 2 tahun lanjutan sekolah dasar, 5 tahun sekolah menengah dan 3 tahun sekolah atas. Sementara di pusat pemerintahan yaitu di Tokyo telah berdiri universitas pertama di Jepang yaitu Tokyo University pada tahun 1877 atau 20 tahun sebelum Kyodai didirikan dalam rangka menyiapkan pemerintahan yang baru.

Peningkatan jumlah kebutuhan mahasiswa untuk mengembangkan universitas negeri dan kebutuhan akan individu yang berbakat guna ekspansi industri semenjak perang Jepang – Sino adalah latar belakang dibalik berdirinya Kyto University. Hal ini terbukti dengan adanya Fakultas Teknik dan Sains yang pertama kali dibuat untuk merefleksikan kondisi saat itu. Selanjutnya Fakultas Hukum dan Kedokteran didirikan pada tahun 1899, dan Jurusan Sastra didirikan pada tahun 1906.

Sejak berdirinya Kyodai telah membuat praktek dan sistem pendidikan yang menyebabkan stress pada kemandirian mahasiswa dan kebebasan akademik menciptakan atmosfir akademik yang unik. Pada tahun 1913 (2 Taisho), seluruh staff pendidik berkumpul taman bunga Kampus Hukum guna memprotes pemberhentian tujuh profesor oleh pemimpin universitas, Sawayanagi Masato yang tidak menkonsultasikan keputusan tersebut dengan dewan fakultas. Akhirnya berdasarkan keputusan Kementrian Pendidikan Jepang bahwa dibutuhkan persetujuan dewan fakultas untuk menerima maupun memberhentikan seorang profesor. Dampaknya pada tahun 1919 untuk pertama kalinya Kyodai mengadopsi sistem pemilihan rektor universitas secara terbuka di Jepang.

Sistem pendidikan tinggi Jepang berkembang pesat pada tahun – tahun saat Perang Dunia I berlangsung. Peningkatan jumlah lulusan institusi pendidikan dan dampak dari ekspansi produksi industri menciptakan kebutuhan untuk perluasan institusi pendidikan tinggi. Pada tahun 1918 sesuai dengan hukum telah disahkan untuk pembuatan universitas publik dan swasta yang menyebabkan banyaknya universitas sesuai dengan kebijakan tersebut. Jumlah universitas yang semula hanya 5 pada tahun 1918 berkembang menjadi 50 pada tahun 1928 (3 Showa) sebagai status sekolah vokasi yang dinaikkan menjadi universitas. Terlebih lagi, angka sekolah tinggi kedua yang didesain untuk mempersiapkan akademik siswa sebelum masuk universitas juga naik secara drastis pada perisode ini dengan angka peningkatan dari 8 pada tahun 1918 menjadi 31 pada tahun 1928.

Ditengah perubahan tersebut, organisasi Kyodai juga telah berkembang. Pada tahun 1919, Fakultas Ekonomi dibuat terpisah dengan Fakultas Hukum dan Fakultas Pertanian dibuat sebagai fakultas baru. Lalu pada tahun 1926, Institut Penelitian Kimia (Institute for Chemical Research) didirikan sebagai institusi penelitian pertama. Sebagai adanya bertambahnya jumlah fakultas yang ada, angka mahasiswa menjamur hingga 250% dalam satu dekade antara tahun 1918 sampai tahun 1928 dari 1.717 menjadi 4.369. Selama periode ini, Kyodai dikenal luas sebagai salah satu kampus yang aktif dalam penelitian dan memberikan banyak beasiswa yang disebut Scholars of Oriental Studies. Beasiswa ini diberikan untuk mengenang seorang Filosofis Nishida Kitaro yang telah membuat konsep dan teori yang orisinil hingga termasyhur. Ada pula The Marxist Scholar Kawakami Hajime yang diperuntukkan untuk membantu mahasiswa yang belajar di Fakultas Ekonomi.

Pada tahun 1920-an adanya kampanye menekan faham Marxism yang telah menyebar ke seluruh mahasiswa dan intelektual berkembang secara intens dan tentu saja penyebarannya tidak terlepas ke universitas. Pada pertengahan dekade tersebut tidak hanya para mahasiswa termasuk mahasiswa Kyodai yang dipenjara, namun juga Kawakami Hajime ditekan habis untuk mengundurkan diri oleh Menteri Pendidikan dan Dewan Fakultas Ekonomi akibat pergerakan massa ini.

Pada tahun 1933, akibat teori dan komentar Prof. Takikawa Yukitoki dari Fakultas Hukum berada dalam penyelidikan Menteri Pendidikan yang diminta keluar oleh rektor universitas. Dia telah memberikan kebenaran misi universitas sehingga para staff pendidik di Fakultas Hukum melihat bahwa pengeluaran profesor tanpa persetujuan dewan fakultas adalah sebuah kesalahan dan secara tidak langsung telah berlawanan dengan kesepakatan dg Kementerian Pendidikan. Tidak hanya staff pendidik saja, namun mahasiswa pun ikut mendudkung keputusan prof. Takikawa untuk tetap mengajar dikampus, namun pada akhirnya Takikawa tetap dipecat sehingga membuat protes staff pengajar dengan cara pengunduran diri secara bersama – sama. Insiden Takikawa (nama peristiwa tersebut) merupakan aksi demonstrasi pertama yang menekankan dan menargetkan tidak hanya pemikiran Marxism tetapi juga termasuk paham Liberal yang menyebabkan Jepang berada pada titik balik pada saat pendudukan masa perang.

Pada tahun 1937, Jepang berperang secara penuh dengan China. Pada Desember 1941 mendeklarasikan berperang dengan Amerika dan Inggris di sekitar Asia Tenggara dan Asia Pasific. Pada periode ini, situasi domestik secara tiba – tiba berada pada peningkatan atmosfir perang dan universitas diorganisir sesuai dengan kebijakan negara. Di Kyodai, Fakultas Teknik diperluas dan jumlah institusi yang berkaitan didirikan. Lebih jauh lagi dalam hal penelitian, tidak hanya pertemuan yang membahas tentang China dan Asia Tenggara, namun juga masih sedikitnya para peneliti yang fokus ke militer. Sebagai akibat perang, para mahasiswa dimobilisasi untuk bekerja sebagai pekerja di pabrik dan perkebunan. Sebagian lainnya yang berasal dari Liberal Arts Student masuk dalam rangking militer. Sehingga bisa dikatakan pada masa perang ini tidak mungkin diadakan proses belajar mengajar di universitas.

Pada Agustus 1945, Deklarasi Postdam diterima dan Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang. Setelah itu, bermacam – macam kebijakan diiplementasikan dalam perpolitikan Jepang dan sistem sosial sesuai dengan arahan GHQ dari SCAP. Pada tahun 1946, universitas menjadi co-educational. Sebelumnya, perempuan hanya diizinkan ke universitas pada saat situasi khusus saja dan belum ada satu mahasiswa perempuan pun yang menjadi mahasiswa reguler pada saat itu. Namun semenjak 1946 ini lah terdaftar 17 mahasiswi dan merupakan mahasiswa pertama sepanjang sejarah Kyodai. Pada tahun 1947, Kyodai yang awalnya bernama Kyoto Imperial University berganti nama menjadi Kyoto University, begitu pula dengan Tokyo University yang awalnya Tokyo Imperial University.

Di bawah sistem pendidikan yang baru, universitas adalah institusi yang berada paling atas dalam piramida pendidikan, dimulai dari paling bawah adalah 6 tahun sekolah dasar, diikuti diatasnya oleh 3 tahun sekolah menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah atas. Antara tahun 1948 hingga 1949, jumlah universitas bertambah secara pesat dan 169 model baru universitas diinisiasi. Sehingga apada tahun 1949 itu pula Collage of Liberal Arts and Science didirikan bersamaan dengan didirikannya Fakultas Pendidikan. Sedangkan berdirinya Sekolah Pascasarjana (Graduate School) didirikan mulai tahun 1953 dan sistem pendidikan baru telah sepenuhnya diimplementasikan.

Pada masa Jepang memasuki periode percepatan ekonomi pada pertengahan tahun 1950-an, kebutuhan untuk memperluas pelatihan peneliti dan teknisi datang baik dari industri maupun pemerintah. Kementrian Pendidikan membuat rencana skala besar guna meningkatkan jumlah angka mahasiswa pada sains dan teknik di universitas. Merespon hal ini, Kyodai membuat departemen baru di Fakultas Sains dan Teknik. Fakultas Teknik membuka 12 departemen pada tahun 1957 dengan jumalh mahasiswa mencapai 1.653 dan pada tahun 1966 terdapat 22 departemen dengan mahasiswa sebanyak 3.632. Lebih lanjut, pada tahun 1960 Fakultas Farmasi didirikan untuk memperkuat dibidang sains Jepang.

Pada masa tersebut muncul Profesor Yukawa Hideki dari Fakultas Sains yang telah mendapatkan Nobel dibidang Fisika sebab membuat Teori Meson (Theory of The Meson). Pada tahun 1965, Tomonaga Sin’itiro yang merupakan lulusan Physics Department Faculty of Science (sama dengan Profesor Yukawa) juga memenangkan Nobel Prize dibidang fisika. Kyodai juga terkenal dalam fieldwork di Asia Tengah, Asia Barat, dan Afrika oleh para peneliti dari Fakultas Pertanian, The Institute for Research in Humanities dan Fakultas sains. Pada tahun 1981 Profesor Fukui Kenechi dari Fakultas Teknik mendapatkan Nobel Prize dibidang kimia. Pada tahun 1987 Tonegawa Susumu dari Departemen Kimia Fakultas Sains mendapatkan Nobel Prize dibidang kedokteran dan biologi. Pada tahun 2001, Noyori Ryoji dari Departemen Industri Kimia Fakultas Teknik mendapatkan Nobel Prize dibidang kimia dan pada tahun 2008 Profesor Emeritus Masukawa Toshihide mendapatkan Nobel Prize dibidang fisika.

PENDIRI KYOTO UNIVERSITY


Kyoto Imperial University yang lebih dikenal dengan Kyodai berdiri pada bulan Juni 1897 (30 Meiji) sebagai universitas kedua di Jepang setelah Tokyo Imperial University. Rektor pertama Kyodai adalah Kinoshita Hiroji yang lahir di Kumamoto.  Kinoshito Hiroji yang mendeklarasikan kepada mahasiswa pada saat upacara penerimaan mahasiswa baru yakni “this university is neither a branch nor small-scale model of Tokyo Imperial University and emphasized that it was necessary for Kyoto University to have a unique character”. Pada awal pidato pembukaan upacara, Kinoshita sepenuhnya yakin bahwa “this university treats its students as gentlement and scholars and not as children”. Salah satu mahasiswa Fakultas Hukum, Sasaki Soichi (setelah itu menjadi profesor) mengatakan bahwa “Kinoshita’s idea was to create a free and lively academic environment and that essentially having the right to choose your electives required having confidence in those choices and at the same time taking personal responsibility for them”. 

KONTRUKSI THE CLOCK TOWER


Salah satu simbol dari Kyodai yang sampai sekarang bisa dilihat adalah kontruksi The Clock Tower dan tentunya menjadi tempat yang paling mudah untuk dijadikan tempat pertemuan ketika kita belum begitu mengenal Kyodai. Clock Tower yang merupakan simbol dari Kyoto University dibuat pada tahun 1925. Kelas terluas di universitas, Classroom No.1 adalah Fakultas Hukum dan Ekonomi yang berada di lantai 1 dan Lantai 2 adalah Hall yang dipergunakan untuk bermacam – macam kegiatan upacara, kantor rektor dan ruangan untuk tamu kehormatan. Pada tahun 2003 Clock Tower diperbaiki dan kantor administrasi akhirnya dipindahkan disini dan disebut The Clock Tower Centennial Hall. 

PERANG DUNIA DAN KYOTO UNIVERSITY




Pada Oktober 1943 (18 Showa) yang dikeberlakukan penundaan mahasiswa (student deferments) dari daftar militer yang pada prinsipnya adalah mahasiswa yang berasal dari Liberal Art yang sudah berada di atas 20 tahun akan di data untuk dipaksa menjadi tentara dan ikut perang. Istilah ini dikenal dengan gakuto shutsujin “student mobilization into the military”. Sistem akademik dipersingkat dan mulai tahun 1941, mahasiswa yang lulus kuliah akan dipanggil untuk masuk menjadi militer, namun karena kondisi perang yang mendesak, akhirnya mahasiswa aktif pun diminta untuk membantu perang. Lebih dari 2000 mahasiswa yang terdiri dari Fakultas Hukum, Sastra, Ekonomi maupun Pertanian didaftarkan ke militer dan lebih dari 4500 mahasiswa aktif yang masuk ke militer pada saat yang sama.

Kebanyakan mahasiswa yang lahir sekitar tahun 1920 dan tumbuh pada masa perang ditangkap untuk menjadi tentara meskipun diluar kontraol meraka karena pemerintah membutuhkan tenaga mereka. Salah satu mahasiswa yang ikut berperang, Hayashi Tadao pernah menulis dalam artikel berjudul Waga Inochi Getsumei ni Moyu (My Life Burning in Moonlight) yakni “my feeling was to fight for the family I loved, with whom I share ties of blood, and for beautiful Kyoto”.

BENDERA DAN LAGU UNIVERSITAS


Bendera dan lagu kebanggan universitas diciptakan pada 11 Februari 1940. Nama lagu mereka adalah “Imperial Rescript Bestowed on Youth and Students”. Desain dari bendera dan lirik lagu universitas diselesksi dari masyarakat luas yang mensubmit idenya.

PROBLEM ASRAMA PUTRI

Pada tahun 1946 setelah Perang Dunia II, Kyoto University menerima 17 mahasiswi dan merupakan mahasiswi pertama yang tercatat secara resmi yang terdiri dari 12 mahasiswi sastra, 2 mahasiswi sains dan masing – masing 1 mahasiswi di hukum, ekonomi dan pertanian. Di bawah sistem universitas yang baru, angka mahasiswi baru naik secara bervariasi mulai dari 10 hingga 20 mahasiswi tiap tahun hingga tahun 1960. Pada waktu awal, angka asrama (boarding houses) untuk mahasiswi hanya berada di Collage town of Kyoto tidak cukup menampung jumlah semua mahasiswi dan semakin tahun dengan bertambahnya jumlah mahasiswi membuat masalah tempat tinggal untuk perempuan semakin parah. Hingga akhirnya mahasisiwi bernegosiasi dengan dekan kemahasiswaan dan presiden universitas untuk menggunakan rumah di Yoshidayama (Bukit di belakang kampus), sebagian di Seifusou, asrama di Hyakumamben yang diperuntukkan bagi mahasiswa. 



PERGERAKAN MAHASISWA PASCA - PERANG DUNIA


Pergerakan mahasiswapasca – perang dunia di Kyodai berpusat pada perubahan kembali struktur Asosiasi mahasiswa universitas (University Student Association) kembali menjadi organisasi mahasiswa. Diantara kondisi sosial Jepang pembersihan berdarah (Red Purge) dan dilanjutkan dengan Perang Korea, mahasiswa segera saja menjadi dipolitisi. Kritik kepada pemerintah disertai dengan bentrokan yang dilaksanakan atas otoritas universitas. Puncaknya terjadi pada tahun 1960 sewaktu Pergerakan Anpo (Anpo Movement) yang menolak perubahan perjanjian keamanan negara dengan United State, bersama dengan staf universitas, para aktivis mahasiswa menginisiasi pertemuan seluruh kampus untuk meminta pembubaran Diet.

PEMBERONTAKAN MAHASISWA (THE STUDENT REVOLT)

Dimulai pada tahun 1968, pemberontakan mahasiswa diawali oleh amukan Tokyo University dan Nihon University yang meluas ke seluruh negeri dan semakin memanas secara drastis. Pemberontakan mahasisiwa di Kyodai dimulai pada pertengahan Januari 1969 dengan adanya blokade Departemen kemahasiswaan seperti halnya mahasiswa Todai memblokade Auditorium Yasuda. Univeritas berusaha menyingkirkan blokade tersebut dengan cara negosiasi maupun persuasi namun faksi yang berusaha mempertahankan blokade akhirnya menang hingga pada hari ke 23 baru blokade tersebut dapat disingkirkan. Cara yang digunakan untuk mencari dan menyelesaikan isu internal tanpa melibatkan bantuan dari luar mereka sebut “The Kyodai Method” yang berarti tidak bergantung kepada polisi namun lebih mengintensifkan perlawanan antar faksi – faksi di mahasiswa itu sendiri.
Barikade kemudian didirikan melingkari Fakultas Sastra dan Sains serta fakultas lain. Mahasiswa saling menyerang dan bentrok antara para aktivis yang tergabung dalam Join – Struggle Committee dengan mahasiswa yang menolak blokade terjadi berulangkali. Kegiatan normal akademik dan penelitian menjadi mustahil. Ujian masuk akademik untuk tahun 1969 dipindah dan dilakukan di luar kampus namun permulaan kuliah ditunda. Mahasiswa yang tergabung dalam Join – Struggle Committee memaksa masuk ke dalam upacara penerimaan mahasiswa dan diberikan otoritas selama 1 menit. Kebanyakan kelas tidak dapat dilaksanakan karena adanya ketakutan bentrokan akan kembali berlanjut sehingga univeritas memutuskan untuk melibatkan kekuatan polisi untuk memecah blokade yang dibuat mahasiswa. Baru pada bulan Desemner 1969 kampus kembali normal dan kelas dilaksanakan.

Itulah beberapa informasi terkait dengan sejarah Kyoto University yang mungkin bisa anda lihat di Permanent Exhibition di The Clock Tower Centennial Hall jika Anda berkunjung ke Kyodai.

Semoga memberi sedikit informasi kepada teman2 semua

Source: Kyoto University History Permanent Exibition book.

Next Chapter:
Jepang [Part 3]: Kyoto City "Thousand of Shrines"